Senin, 30 Maret 2015

Menghadapi UJIAN Hidup

    
           
" Apakah mereka berpikir bahwa setelah mereka mengatakan, "Kami telah beriman" mereka akan dibiarkan dan mereka tidak akan diuji? Dan niscaya sungguh Kami telah mencoba orang-orang sebelum mereka, dan Allah pasti akan membuat jelas mereka yang berbuat jujur, dan Dia pasti akan membuat jelas para pendusta." QS 29:2-3.

Ujian dan cobaan silih berganti dalam kehidupan. Acapkali hingga membuat kita frustasi, lelah, dan iman kita menjadi lemah. Ujian tidak semata segala macam petaka yang menimpa kehidupan kita, pun kemegahan dan gelimang harta adalah merupakan ujian yang ALLAH berikan bagi diri kita.

Mengatasi kegalauan dalam menghadapi ujian dan cobaan tersebut, sebagai langkah awal sangatlah perlu bagi kita untuk mengerti dan memahami, apakah gerangan sebenarnya maksud dari ujian tersebut? Apakah sebenarnya hikmah dan rencana besar ALLAH di balik ujian yang diturunkan pada kita?

Firman ALLAH Dalam Al-Qur'an Surah 29:2-3 menerangkan secara tersirat bahwa :

1.  Cobaan adalah konsekuensi keimanan,
Setelah seseorang menyatakan bahwa dirinya beriman pada ALLAH; katakanlah saat ia pertama kali mengucap kalimat syahadat atau saat pertama terlahir dari orang tua yang mu'min; maka sejak itulah cobaan akan mendera silih berganti. Jadi, bukanlah berarti pindah ke alam hidayah merupakan jaminan sirnanya segala ujian dan rintangan. Justru sebaliknya, kita akan makin akrab dengan cobaan-cobaan dari ALLAH sebagai tanda cinta-Nya kepada kita sebagai hamba yang beriman. Mengapa demikian? Karena dengan adanya kita dapat melalui berbagai ujian dengan ikhlas dan istiqomah dalam jalan-Nya, akan berbuah ganjaran pahala dan kebaikan yang luar biasa, pun menambah kekokohan pilar keimanan kita. Segala sesuatu yang tidak menghancurkanmu, maka akan mebuatmu bertambah kuat.

2.  Cobaan silih berganti sejak dahulu hingga kini,
Bukanlah merupakan suatu hal yang baru, pun umat-umat terdahulu sebelum kita telah mengalami berbagai macam rintangan dalam menjalani kehidupan sebagai hamba yang beriman. Bahkan yang mereka alami sangatlah luar biasa berat dan deritanya, melebihi apa  yang kita hadapi. Sebutlah seorang Asiah, istri Fir'aun harus merasakan dijemur di bawah sengatan mentari padang pasir dan digergaji tubuhnya. Seorang Ibu dan Bayi yang harus masuk ke jurang bara api karena kekejaman penguasa Kafir, dan masih banyak lagi contoh-contoh kaum terdahulu yang seharunsya menjadi motivasi bagi kita untuk tegar dalam menghadapi ujian dari ALLAH.

3.  Cobaan sebagai bukti keimanan,
ALLAH selalu menghendaki bukti terhadap apa-apa yang telah menjadi qodar ciptaannya. Jika kita diqodarkan menjadi seorang mu'min, maka ALLAH pun pasti akan menampakkan bukti bahwa benar adanya keimanan itu ada dalam diri kita. Jalannya adalah dengan menurunkan cobaan. Seorang mu'min yang sedang menghadapi cobaan, (atas seizin ALLAH) akan memancarkan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan ridho, sabar, dan istiqomah sebagai respon atas cobaan tersebut. Sehingga dengan demikian, menjadi bukti bagi ALLAH, bagi diri orang itu sendiri, juga bagi manusia dan makhluk yang lain, bahwa orang tersebut haq adanya sebagai seorang mu'min yang layak memperoleh surga di akhirat kelak.

Terkadang cobaan yang kita terima tidak mesti sesuatu yang buruk, sesuatu yang indah dan menyenangkan dapatlah pula menjadi cobaan terhadap keimanan kita. Bagaimana kita dapat menghadapinya dengan tetap istiqomah di jalan ALLAH, dan tidak terlena, terbuai, hingga menjadi lemah, bahkan (na'udzubillahimindzalik) harus merelakan keimanan terenggut lepas dari diri kita.

Relatifitas cara kita memandang pun terkadang berpengaruh. Ada saat kita sangat mendambakan berada di posisi orang lain yang (menurut kita) lebih kaya, lebih sejahtera, dan lebih mapan, sehingga dengan begitu hidup kita akan lebih mudah dan lebih indah dari yang ada sekarang. Padahal sama sekali tidak begitu adanya menurut ilmu ALLAH. Kita dalam kondisi apa adanya diri kita sekarang ini adalah merupakan bentuk kehidupan terbaik yang ALLAH karuniakan untuk kita. Tidak kurang dan tidak lebih, sangat sesuai. Kondisi dan kadar keimanan tiap manusia adalah diciptakan berbeda-beda. Ada keadaan-keadaan tertentu (katakanlah harta, tahta, dsb) yang apabila menimpa diri kita, justru akan dapat mengganggu dan mengancam keimanan kita.

Ada kalanya cobaan datang dengan bertubi-tubi, silih berganti, dan kerap menerjang sendi keimanan kita yang paling sensitif. Membuat kita selalu lemah, payah, dan sering kali berurai air mata. Demikian itulah cobaan tertinggi dan terberat yang harus kita hadapi. Satu hal yang perlu senantiasa diyakini, bahwa (janji ALLAH pada orang beriman) ganjaran terbaik dari itu semua adalah surga yang sangat indah dan teramat kita cita-citakan di akhirat kelak.

Satu kata kunci dalam menghadapi cobaan adalah dengan SABAR. Karena kesabaranlah yang akan menuntun kita untuk senantiasa istiqomah dalam keimanan hingga husnul khotimah. Sebagaimana firman ALLAH :

"Dan tidak akan berjumpa dengan ALLAH, kecuali orang-orang yang bersabar." QS 28:80.

Semoga kita bisa termasuk ke dalam golongan mu'min yang dapat menjalani ujian ALLAH dengan ridho, sabar, dan istiqomah di jalannya hingga kita menjumpai husnul khotimah.
Amiiin!

Minggu, 15 Maret 2015

JANGAN MEREMEHKAN “AAMIIIN



Hasil gambar untuk aamiin
Jangan meremehkan "Aamiin".
Maka membaca aamiiin tidak cukup di dalam hati. Nabi menjelaskan ihwal "Aaamiion" ini. Kata Nabi, "Jibril mengajariku "Aaamiiin", ketika aku selesai membaca al-Fatihah. "Aaamiin" itu seperti stempel untuk al-Qur'an." Bahkan dalam riwayat lain, "Aamiin itu adalah stempel Allah, Tuhan semesta alam."
Abu Bakar menjelaskan, "Makna, "aamiin" itu merupakan stempel Allah untuk hamba-Nya. Karena ia bisa menolak segala penyakit dan bala' dari mereka.”
Bahkan, dalam riwayat lain disebutkan, "Aamiin itu salah satu tangga di surga." Maknanya, kata Abu Bakar, "Kata yang dengannya, orang yang mengucapkannya berhak mendapatkan salah satu tangga surga."
Wahab bin Munabbih berkata, "Aamiin terdiri dari 4 huruf (yaitu, Alif, Mim, Ya' dan Nun), dimana di setiap hurufnya Allah ciptakan satu malaikat. Malaikat itu berkata (ketika ada yang mengucapkan "Aamiin"), "Allahummaghfir likulli man qala Aamiin (Ya Allah, ampunilah setiap orang yang mengucapkan Aamiin)."
Karena itu, sampai seorang penyair mengatakan, "Aamiin, Aamiin, aku tidak rela hanya dengan mengucapkan sekali, hingga aku akan mengulangnya 2000 Aamiin.." Penyair yang lain mengatakan, "Allah mengasihi seorang hamba yang berkata, 'Aamiin"..
Nabi sendiri, ketika selesai membaca al-Fatihah, selalu mengucapkan "Aamiin." hingga bacaannya terdengar oleh barisan pertama dalam shalat. Jadi, tidak cukup mengucapkan "Aamiin" di dalam hati
Bahkan, saking istimewanya "Aamiin", "Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada umat Islam, apa yang tidak diberikan kepada ummat sebelum mereka yaitu (1) "as-Salam", yaitu salam penghuni surga; (2) Barisan malaikat; (3) Aaamiin.." (Dinukil dari Tafsir al-Qurthubi, tentang Amin).
Subhanallah. Andai, kita tahu kemuliaan "Aamiin", kita tidak akan melewatkan kata "Aamiin", meski kelihatannya enteng....Wallahu 'alam

Ucapan yg mudah terima






Ucapan yg mudah terima adalah ucapan yg memenuhi 4 unsur:

1- Ilmu: mengerti topik yg dibicarakan, semakin luas wawasan seseorang terhadap topik pembicaraan, maka ucapannya semakin mudah difahami

2'-Jujur: tidak bohong, sesuai dengan yang diyaqini kebenarannya.

3- niat baik: niat mengingatkan ketika berbicara dengan orang yang salah, mencari kebenaran dalam diskusi, mencari solusi terbaik dalam musyawarah, tidak ada niat menjatuhkan, menang-menangan dsb

4- Balaghoh: berbicara dengan cara yang baik, mengerti papan empan adepan

PENYAKIT HATI [KAGUM DIRI, MERASA POL DEWE]

    Kagum diri dapat diartikan suatu penyakit hati yang membuat seseorang merasa bahagia dengan pujian dari orang lain dan merasa diri...