Kamis, 06 Februari 2014

Sang Saka Merah Putih kembali ke Jakarta


 Foto: Sang Saka Merah Putih kembali ke Jakarta

Ketika di pagi hari tanggal 19 Desember 1948 tentara Belanda telah memulai serangannya yang dikenal dengan Agresi ke II, Panglima Besar Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden Soekarno.  Akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Berhubung masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Setelah itu Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota dan kemudian Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan ke Sumatera. 
Dalam perjuangan  tidak jarang Panglima Besar Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Perjuangan para gerilyaan tidak pernah berhenti dan terus mengganggu tentara Belada disetiap tempat dan waktu. Serangan gerilyawan akhirnya berpuncak pada Serangan Oemoem 1 Maret 1949 yang dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan dilaksanakan oleh Letkol Suharto. Mata dunia internasional terbuka bahwa Negara Republik Indonesia masih ada dan tekanan yang sangat besar dari Negara-negara diluar negeri membuat Belanda mengundurkan diri dari Ibukota Republik 
Setelah berjuang dari desa ke desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949, untuk mengamankan ibukota Republik Indonesia. Presiden dan Wakil Presiden beserta para Menteri akhirnya kembali ke Yogyakarta dari tempat pengasingannya. Sang saka Merah Putih yang sudah dijahit kembali oleh Husein Mutahar dan dititipkan kepada Soejono untuk diserahkan kepada Bung Karno secara pribadi, juga dibawa pulang ke Yogyakarta oleh Presiden Soekarno sendiri. Sehari kemudian setelah kembali dari pengasingan pemerintah, kembali mengadakan Sidang Kabinet I di Gedung Agung Yogyakarta.
Dampak dari mundurnya Belanda dan tekanan dunia Internasional, kemudian dilaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949. Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Salah satunya adalah Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan pengakuan tersebut akhirnya pemerintah memutuskan bahwa pusat pemerintahan kembali ke Jakarta. 
Tanggal 28 Desember 1949, Presiden beserta rombongan berangkat ke Jakarta. Ketika tiba di Jakarta maka rombongan disambut ribuan masyarakat. Bendera Sang Saka Merah Putih sebagai pemersatu bangsa Indonesia tidak pernah jauh dari Soekarno maka yang paling dahulu turun dari pesawat adalah Bendera Sang Saka Merah Putih yang dibawa oleh seorang polisi diatas baki dalam sebuah kotak jati dan ditutupi oleh selembar kain, diikuti oleh Bung Karno dan anggota rombongan lainnya. 

Itulah sepotong kecil perjalanan Bendera Pusaka sejak dipisahkan oleh Husein Mutahar tanggal 19 Desember 1948  sampai kembali ke Jakarta 28 Desember 1949.  Perjalanan bendera yang sarat makna, dipenuhi kegetiran, fitnah dan proses perjuangan untuk menyelamatkannya dengan taruhan nyawa. Semua itu tidak bisa lepas dari seorang pemuda rendah hati bernama HUSEIN MUTAHAR. Berjuang menyelamatkan Sang Saka Merah Putih dengan sikap  sepi ing pramih, tanpa mengharapkan upah, sebagai bentuk pengabdian dan persembahan bakti bagi Ibu Pertiwi. Seorang pejuang dan bahkan bisa disebut pahlawan tetapi  tidak mau dimakamkan di taman makam pahlawan. Sikapnya sederhana, selalu menjaga etika, menghormati setiap orang, jujur dan tulus dalam berkarya. Tidak pernah mau dipotret oleh siapapun, tetapi meninggalkan nama harum sebagai seorang penulis lagu yang akan dikenang sepanjang masa.
Nasib baik telah membawaku mengenal sifat-sifat dan pengabdian beliau, mendengarkan cerita-cerita indah penuh rasa kasih sayang dan perjuangan.  Engkau tidak mau aku panggil BAPAK tetapi harus KAKAK seperti panggilan seluruh anak didikmu di gerakan kepanduan. Kak Mutahar banyak ceritamu yang  penuh nilai kepahlawan sekarang saya ceritakan kepada orang lain agar mengerti  perjuanganmu. Hal ini juga sesuai pesanmu bahwa saya baru boleh bercerita ketika engkau sudah menghadap Sang Timur Abadi.
Kak Husein Mutahar telah memberikan contoh dan teladan pengabdian bagi generasi muda khususnya anggota Paskibraka sebagai buah ciptanya. Penuh kasih sayang, sederhana, membumi, menghargai setiap karya cipta orang lain, selalu membuat orang lain bergembira dalam canda tawa bersamamu.
Semoga dialam sana kak Mutahar bisa tersenyum karena kutuliskan cerita tentang dirimu, dengan penuh harapan agar generasi muda dapat mengikuti jejak teladan pengabdianmu

Jakarta, 28 Desember 2013
Salam sayang
mas Bhe

          Ketika di pagi hari tanggal 19 Desember 1948 tentara Belanda telah memulai serangannya yang dikenal dengan Agresi ke II, Panglima Besar Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden Soekarno. Akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Berhubung masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Setelah itu Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota dan kemudian Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan ke Sumatera.
          Dalam perjuangan tidak jarang Panglima Besar Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Perjuangan para gerilyaan tidak pernah berhenti dan terus mengganggu tentara Belada disetiap tempat dan waktu. Serangan gerilyawan akhirnya berpuncak pada Serangan Oemoem 1 Maret 1949 yang dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan dilaksanakan oleh Letkol Suharto. Mata dunia internasional terbuka bahwa Negara Republik Indonesia masih ada dan tekanan yang sangat besar dari Negara-negara diluar negeri membuat Belanda mengundurkan diri dari Ibukota Republik
           Setelah berjuang dari desa ke desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949, untuk mengamankan ibukota Republik Indonesia. Presiden dan Wakil Presiden beserta para Menteri akhirnya kembali ke Yogyakarta dari tempat pengasingannya. Sang saka Merah Putih yang sudah dijahit kembali oleh Husein Mutahar dan dititipkan kepada Soejono untuk diserahkan kepada Bung Karno secara pribadi, juga dibawa pulang ke Yogyakarta oleh Presiden Soekarno sendiri. Sehari kemudian setelah kembali dari pengasingan pemerintah, kembali mengadakan Sidang Kabinet I di Gedung Agung Yogyakarta.
           Dampak dari mundurnya Belanda dan tekanan dunia Internasional, kemudian dilaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949. Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Salah satunya adalah Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan pengakuan tersebut akhirnya pemerintah memutuskan bahwa pusat pemerintahan kembali ke Jakarta.
Tanggal 28 Desember 1949, Presiden beserta rombongan berangkat ke Jakarta. Ketika tiba di Jakarta maka rombongan disambut ribuan masyarakat. Bendera Sang Saka Merah Putih sebagai pemersatu bangsa Indonesia tidak pernah jauh dari Soekarno maka yang paling dahulu turun dari pesawat adalah Bendera Sang Saka Merah Putih yang dibawa oleh seorang polisi diatas baki dalam sebuah kotak jati dan ditutupi oleh selembar kain, diikuti oleh Bung Karno dan anggota rombongan lainnya.

         Itulah sepotong kecil perjalanan Bendera Pusaka sejak dipisahkan oleh Husein Mutahar tanggal 19 Desember 1948 sampai kembali ke Jakarta 28 Desember 1949. Perjalanan bendera yang sarat makna, dipenuhi kegetiran, fitnah dan proses perjuangan untuk menyelamatkannya dengan taruhan nyawa. Semua itu tidak bisa lepas dari seorang pemuda rendah hati bernama HUSEIN MUTAHAR. Berjuang menyelamatkan Sang Saka Merah Putih dengan sikap sepi ing pramih, tanpa mengharapkan upah, sebagai bentuk pengabdian dan persembahan bakti bagi Ibu Pertiwi. Seorang pejuang dan bahkan bisa disebut pahlawan tetapi tidak mau dimakamkan di taman makam pahlawan. Sikapnya sederhana, selalu menjaga etika, menghormati setiap orang, jujur dan tulus dalam berkarya. Tidak pernah mau dipotret oleh siapapun, tetapi meninggalkan nama harum sebagai seorang penulis lagu yang akan dikenang sepanjang masa.
          Nasib baik telah membawaku mengenal sifat-sifat dan pengabdian beliau, mendengarkan cerita-cerita indah penuh rasa kasih sayang dan perjuangan. Engkau tidak mau aku panggil BAPAK tetapi harus KAKAK seperti panggilan seluruh anak didikmu di gerakan kepanduan. Kak Mutahar banyak ceritamu yang penuh nilai kepahlawan sekarang saya ceritakan kepada orang lain agar mengerti perjuanganmu. Hal ini juga sesuai pesanmu bahwa saya baru boleh bercerita ketika engkau sudah menghadap Sang Timur Abadi.
           Kak Husein Mutahar telah memberikan contoh dan teladan pengabdian bagi generasi muda khususnya anggota Paskibraka sebagai buah ciptanya. Penuh kasih sayang, sederhana, membumi, menghargai setiap karya cipta orang lain, selalu membuat orang lain bergembira dalam canda tawa bersamamu.
       Semoga dialam sana kak Mutahar bisa tersenyum karena kutuliskan cerita tentang dirimu, dengan penuh harapan agar generasi muda dapat mengikuti jejak teladan pengabdianmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENYAKIT HATI [KAGUM DIRI, MERASA POL DEWE]

    Kagum diri dapat diartikan suatu penyakit hati yang membuat seseorang merasa bahagia dengan pujian dari orang lain dan merasa diri...