Siapa yang tidak pernah mendengar tentang mantapnya Kopi Aceh tentu malu untuk mengaku sebagai pecinta kopi. Kopi Aceh bukan saja telah menjadi salah satu kesayangan para Pecinta Kopi Nusantara tapi juga sangat di kagumi oleh Coffee Lover di seluruh dunia. Kopi Aceh memang telah menjadi andalan Indonesia dalam hal produksi dan keunggulan mutu. Pasalnya Sekitar 40 persen biji kopi Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia merupakan hasil produksi dari daerah Aceh. Produksi Perkebunan Rakyat di Aceh pada tahun 2010 mencapai 50.774 Ton. Produksi kopi di Indonesia setiap tahunnya rata-rata mencapai 600 ribu ton dan lebih dari 80 persen produksi biji kopi tersebut berasal dari seluruh perkebunan rakyat di Indonesia.
Budidaya kopi di Aceh secara besar-besaran dimulai pada masa kekuasaan pemerintah Belanda di Tanah Gayo tahun 1904. Dimasa itu daerah Aceh Tengah atau yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Bener Meriah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh yang beribukota di Sigli. Salah satu fokus Pemerintah Belanda saat itu adalah pengembangan sektor perkebunan termasuk perkebunan kopi di Tanah Gayo yang berada diketinggian 1.000 – 1.700 m dpl. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah (Kab. Bener Meriah) tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah perkebunan seluas 19.962 ha.
Asal mula Kopi Luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, kopi luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial.
Budidaya kopi di Aceh secara besar-besaran dimulai pada masa kekuasaan pemerintah Belanda di Tanah Gayo tahun 1904. Dimasa itu daerah Aceh Tengah atau yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Bener Meriah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh yang beribukota di Sigli. Salah satu fokus Pemerintah Belanda saat itu adalah pengembangan sektor perkebunan termasuk perkebunan kopi di Tanah Gayo yang berada diketinggian 1.000 – 1.700 m dpl. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah (Kab. Bener Meriah) tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah perkebunan seluas 19.962 ha.
jenis-jenis kopi di aceh antara lain
1. KOPI ARABICA
Kopi Arabika (Coffea arabica) diduga pertama kali diklasifikasikan oleh seorang ilmuan Swedia bernama Carl Linnaeus (Carl von Linné) pada tahun 1753. Jenis Kopi yang memiliki kandungan kafein sebasar 0.8-1.4% ini awalnya berasal dari Brasil dan Etiopia. Arabika atau Coffea arabica merupakan Spesies kopi pertama yang ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang. Kopi arabika tumbuh di daerah di ketinggian 700-1700 m dpl dengan suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Jenis kopi arabika sangat rentan terhadap serangan penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 m, sehingga dari segi perawatan dan pembudayaan kopi arabika memang
g butuh perhatian lebih dibanding kopi Robusta atau jenis kopi lainnya. Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan harganya jauh lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya. Di Indonesia kita dapat menemukan sebagian besar perkebunan kopi arabika di daerah pegunungan toraja, Sumatera Utara, Aceh dan di beberapa daerah di pulau Jawa. Beberapa varietas kopi arabika memang sedang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain kopi arabica jenis Abesinia, arabika jenis Pasumah, Marago, Typica dan kopi arabika Congensis.
g butuh perhatian lebih dibanding kopi Robusta atau jenis kopi lainnya. Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan harganya jauh lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya. Di Indonesia kita dapat menemukan sebagian besar perkebunan kopi arabika di daerah pegunungan toraja, Sumatera Utara, Aceh dan di beberapa daerah di pulau Jawa. Beberapa varietas kopi arabika memang sedang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain kopi arabica jenis Abesinia, arabika jenis Pasumah, Marago, Typica dan kopi arabika Congensis.
Kopi arabica ini sendiri terbagi lagi menjadi king gayo. peaberry, long berry, dll
2. KOPI ROBUSTA
Kopi Robusta merupakan keturunan beberapa spesies kopi, terutama GetOne coffe. Tumbuh baik di ketinggian 400-700 m dpl, temperatur 21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan kiriman. Kualitas buah lebih rendah dari Arabika dan Liberika.
TABEL PERBEDAAN ANTARA KOPI ROBUSTA & ARABICA
ARABICA
|
ROBUSTA
| |
Tahun ditemukan
|
1753
|
1895
|
Kromosom (2n)
|
44
|
22
|
Waktu dari berbunga sampai berbuah
|
9 bulan
|
10-11 bulan
|
Berbunga
|
setelah hujan
|
tidak tetap
|
Buah matang
|
jatuh
|
di pohon
|
Produksi (kg/ha)
|
1600-32000
|
2300-4000
|
Akar
|
dalam
|
Dangkal
|
Temperatur optimal (rata2 /tahun)
|
15-24° C
|
24-30° C
|
Curah hujan optimal
|
1500-2000 mm
|
2000-3000 mm
|
Pertumbuhan maksimum
|
1000-2000 m
|
0-700 m
|
Kandungan kafein
|
0,8-1,4%
|
1,7-4,0%
|
Bentuk biji
|
datar
|
Oval
|
Karakter rebusan
|
asam
|
Pahit
|
3. KOPI LUWAK ( MANGOH )
Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Dengan indera penciumannya yang peka, luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul matang optimal sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang masih dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak. Hal ini terjadi karena luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini, pada masa lalu hingga kini sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak. Aroma dan rasa kopi luwak memang terasa spesial dan sempurna di kalangan para penggemar dan penikmat kopi di seluruh dunia.
by:http://getonecoffe.blogspot.co.id/