Ilmu
Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil
hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka
ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul
jarhi wat takdil ialah:
Artinya:
"Ilmu
yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan
tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang
khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. "
Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang
tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh
sejak zaman sahabat.
Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah
kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak
zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi
hadis ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik
(93 H).
Di
antara tabi'in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab
(94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai
abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu
adakalanya karena meng-irsal-kan hadis, adakalanya karena me- rafa-kan ltadis
yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak
disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
Sesudah berakhir masa tabi'in, yaitu pada kira-kira
tahun 150 Hijrah, para ahli mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menakdil
dan menajrihkan mereka. Di antara ulama besar yang memberikan perhatian pada
urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said Al- Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi
(198 H)", sesudah itu, Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H),
Abdur Razaq bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun
kitab-kitab jarah dan takdil. Di dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang
boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.
Di
antara pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu
Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar
ibnu Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255
H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi
ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).
Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang
memperhatikan keadaan perawi, hingga sampai pada ibnu Hajar Asqalani (852
H).
Kitab-kitab yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada
beberapa macam. Ada yang menerangkan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang
menerangkan orang-orang yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan
hadis. dan ada pula yang melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang
menerangkan perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang
melengkapi segala kitab.
Di
antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad
Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat
nama-nama sahabat nama-nama tabi'in dan orang-orang sesudahnya. Kemudian
berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H),
Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat
berguna bagi ahli hadis dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu
Katsir.
Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang
dapat dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab
As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk dalam bagian ini adalah
kitab-kitab yang menerangkan tingkatan penghapal-penghapal hadis. Banyak pula
ulama yang menyusun kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani
dan As-Sayuti.
Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang
lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Duafa
karangan ibnul Jauzi (587 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar