"Intanshurullah Yansurkum (Jika kamu menolong Allah (Agama Allah) maka Allah akan menolongmu)"....
Senin, 13 Februari 2012
Seputar Sejarah Maulid
Adapun orang yang pertama kali mengadakannya adalah Bani Ubaid
Al-Qoddakh yang menamai diri mereka dengan “Fatimiyyah”, yang mana
mereka adalah dari golongan Syi'ah Rafidhah. Mereka memasuki kota Mesir
pada tahun 362 H / 977 M. Dari... situlah kemudian tumbuh berkembang
perayaan maulid secara umum dan maulid nabi secara khusus. Imam Ahmad
bin Ali Al-Miqrizi –ulama ahli tarikh/sejarah- mengatakan dalam kitabnya
“Al-Mawaidz wal I’tibar Bidzikri Khutoti wal Atsar” (1/490) : “Para
khalifah Fatimiyyah mempunyai perayaan yang bermacam-macam setiap
tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, Asyuro’, maulid Nabi, maulid Ali
bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, dan
maulid khalifah. Serta perayaan lainnya seperti perayaan awal bulan
Rajab, awal Sya’ban, Nisfu Sya’ban, awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan,
dan penutupan Ramadhan….” Orang yang pertama kali merayakan hari ulang
tahun nabi setelah mereka adalah Raja Mudhafir Abu Sa’ad Kaukaburi pada
awal abad ke 7 Hijriah. Sebagaimna diungkapkan oleh Imam Ibnu Katsir
dalam kitabnya “Al-Bidayah wa An-Nihayah : 13/137)” : “Dia (Raja
Mudhafir) merayakan maulid Nabi di bulan Rabi’ul awal dengan amat mewah.
As-Sibt berkata : Sebagian orang yang hadir disana menceritakan bahwa
dalam hidangan raja Mudhafir disiapkan 5000 daging panggang, 10.000
daging ayam, 100.000 gelas susu, dan 30.000 piring makanan ringan….”
Hingga beliau (Ibnu Katsir) berkata pula : “Perayaan tersebut dihadiri
oleh tokoh-tokoh agama dan orang-orang Sufi (betapa serupanya dahulu dan
sekarang, pen). Sang raja pun menjamu mereka. Bahkan bagi orang-orang
Sufi ada acara khusus, yaitu bernyanyi di waktu Dzhuhur hingga fajar,
dan raja pun juga ikut berjoget bersama mereka." Ibnu Khalikan berkata
dalam kitabnya "Wafayatul A’yaan" (4/117-118) : "Bila tiba awal bulan
Safar, mereka menghiasi kubah-kubah dengan aneka hiasan yang indah dan
mewah. Pada setiap kubah ada sekumpulan para penyanyi. Ahli penunggang
kuda, dan pelawak. Pada hari itu manusia LIBUR KERJA karena ingin
bersenang-senang di kubah-kubah tersebut bersama para penyanyi…..dan
bila maulid kurang dua hari, raja mengeluarkan unta, sapi dan kambing,
yang tak terhitung jumlahnya, dengan diiringi suara terompet dan
nyanyian sampai tiba di lapangan….Pada malam maulid, raja mengadakan
nyanyian setelah sholat Maghrib di benteng.” Demikianlah sejarah awal
perayaan hari ulang tahun Nabi yang penuh pemborosan dan kemaksiatan.
Perkataan Ulama tentang Maulid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
dalam kitabnya “I’qtidho’ Shirotil Mustaqim” (2/123-124): “Demikian pula
apa yang diadakan oleh sebagian manusia tentang perayaan hari kelahiran
Nabi, padahal ulama telah berselisih tentang tanggal kelahirannya.
Semua tidak pernah dikerjakan oleh generasi salaf (sahabat, tabi’in,
tabi’ut dan tabi’in)….dan Seandainya hal itu baik (untuk diamalkan),
Tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya daripada kita. Karena
mereka jauh lebih cinta kepada Nabi dan mereka lebih semangat dalam
melaksanakan amal kebaikan. Sesungguhnya cinta Rasul adalah dengan
mengikuti beliau, mentaati perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara
dzahir dan batin, menyebarkan ajarannya, dan berjihad untuk itu semua,
baik dengan hati, tangan ataupun lisan. Karena inilah jalan para
generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan kebaikan.” Syaik Muhammad Abdussalam As-Syaqiry
(murid Syaikh Rasyid Ridha) berkata dalam kitab “As-Sunan wal Mubtada’at
: 123” bahwa : “Di bulan ini (Rabi’ul awal), Rasulullah dilahirkan dan
diwafatkan…..Oleh karenanya, menjadikan kelahiran beliau sebagai
perayaan merupakan perkara bid’ah munkaroh dan sesat serta tidak sesuai
dengan syariat dan akal. Seandainya perkara ini baik, Bagaimana mungkin
amalan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, serta para sahabat dan tabi’in, tabi’ut
tabi’in serta ulama kaum muslimin ? Tidak syak lagi bahwa perayaan
tersebut hanyal Dibuat-buat oleh para Sufi yang suka makan, dan oleh
para pengangguran dari kalangan ahlu bid’ah yang kemudian diikuti oleh
mayoritas manusia. Pahala apa yang akan diperoleh dari harta yang
dihambur-hamburkan ?” K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari Al-Jombangi pendiri
Pesantren Tebu Ireng dan juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) berkata dalam
kitabnya “At-Tanbihaat al-Waajibat liman Yashna’ Maulid bin Mungkarot”
hal.17-18, yang bukilannya adalah : “Perayaan maulid seperti yang saya
sifatkan pertama kali (dibumbui maksiat) hukumnya haram, dan tidak ada
dua tanduk yang bertabrakan tentang terlarangnya maulid, tidak dianggap
baik oleh orang yang memounyai sifat takwa dan iman. Akan tetapi yang
menyenanginya hanyalah orang yang dibutakan matanya dan sangat bernafsu
terhadap makan dan minum serta tidak takut maksiat kepada siapapun dan
tidak peduli dengan dosa apapun. Demikian pula Menontonnya, menghadiri
undangannya, dan menyumbang harta untuk perayaan maulid tersebut. Semua
itu hukumnya haram dan sangat haram, karena mengandung beberapa
kemungkaran, yang akan kami sebutkan di akhir kitab.” Kemudian di
halaman 8-10, beliau berkata pula : “Pada malam Senin tanggal 25 Rabi’ul
Awal tahun 1355 H / 1935 M saya melihat sebagian santri pondok
pesantren agama mengadakan perayaan maulid dengan menghadirkan alat-alat
musik kemudian membacakan sedikit ayat Qur’an serta kisah kelahiran
Nabi (kitab Barzanji). Kemudian setelah itu, mulai mengerjakan
kemungkaran seperti (atraksi) pencak silat dengan menabuh gendang. Semua
itu dilakukan dihadapan para wanita yang bukan mahram. Demikian pula
sejenis judi (domino), campur baur laki-laki perempuan, joget, dan
tenggelam dalam hal yang sia-sia, tertawa dan mengeraskan suara di
masjid dan sekelilingnya. Melihat itupun SAYA MENGINGKARI mereka dari
kemungkaran-kemungkaran tersebut. Lalu merekapun bubar. Tatkala
perkaranya seperti yang saya gambarkan tadi, dan saya khawatir dan
kejadian menjijikan ini akan bertambah menyebar ke tempat lainnya atau
akan ditambah lagi oleh orang-orang awam dengan kemaksiatan lainnya,
maka saya tulislah buku ini sebagai Nasehat dan Petunjuk kepada kaum
Muslimin.” Syubhat Perkara Maulid Ada yang mengatakan bahwa perayaan
maulid Nabi termasuk konsekuensi wujud cinta kepada Nabi Muhammad.
Ketahuilah : “Perkataan ini dusta, tidak berdasar dalil sedikitpun.
Sebab maulid Nabi tidak termasuk konsekuensi cinta kepada Nabi. Cinta
Nabi itu dengan ketaatan (dalam menjalankan sunnahnya), bukan dengan
kemaksiatan dan kebid’ahan seperti halnya maulid Nabi. Bahkan maulid
Nabi termasuk pelecehan dan penghinaan kepada Nabi” [“Siyanatul Insan
‘An Waswasati Syaikh Dahlan” hal. 228 oleh Syaikh Muhammad Basyir
Al-Hindy, kata pengatar oleh Syaikh Rasyid Ridha] Kemudian perhatikan
cerita dialog menarik yang diambil dari buku “Syaikh Abdul Qadir Jailany
wa Aro’uhu” hal.420-421 seputar masalah maulid... “Suatu kali aku
berkunjung ke salah satu negeri Islam dalam acara muktamar tahun 1415 H /
1993 M, tiba-tiba seorang ulama negeri tersebut mengajak dialog
bersamaku tentang maulid Nabi setelah menuduhku tidak mencintai Nabi
karena aku tidak merayakan maulid. Kemudian aku jelaskan kepadanya bahwa
penyebab utama aku tidak merayakannya adalah justru karena kecintaanku
kepada Nabi. Sebab hakekat cinta kepadanya adalah dengan beramal sesuai
petunjuknya (sunnahnya). Lalu terjadilah dialog sebagai berikut :
Penulis : “Apakah maulid merupakan amal ketaatan ataukah kemaksiatan ?”
Jawabnya : “Jelas ketaatan” Penulis : “Apakah Nabi mengetahui ketaatan
tersebut ataukah tidak mengetahuinya ?” Jawabnya : “Mengetahuinya”. (Dia
menjawab demikian karena tidak mungkin dia berani mengatakan bahwa Nabi
tidak mengetahuinya, kalau dia mengatakan Nabi tidak mengetahuinya
berarti perkara maulid yang dia amalkan langsung menjadi bathil) Penulis
: “Apakah Nabi menyampaikan perintah maulid atau menyimpannya ?”
Jawabnya : (Dia bingung harus menjawab apa, lalu berkata) :
“Menyampaikannya ?” (Dia menjawab demikian, karena tidak mungkin dia
menjawab Nabi menyimpannya, kalau dia mengatakan Nabi menyimpan perintah
maulid, berati perkara maulid yang dia amalkan langsung menjadi bathil)
Penulis : “Jika begitu, tunjukkan kepada saya contoh dari Nabi tentang
perayaan maulid (jika kamu berkata bahwa Nabi menyampaikan hal tersebut)
? Jawabnya : (Diam tidak bisa menjawab) Penulis : “Diamnya saudara
berarti menunjukkan bahwa Nabi tidak menyampaikan perkara Maulid ini
(tidak ada contohnya dari beliau). Akhirnya dia mengakui bid’ahnya
maulid Nabi dan berjanji kepadaku untuk memerangi bid’ah tersebut.
Semoga Allah meneguhkan hatinya.” Nasehat untuk saudaraku sesama
muslim…. Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian memujiku sebagimana kaum
Nashrani memuji Nabi 'Isa. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah :
Hamba Alloh dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari : 3445] Imam Syatibi berkata
dalam kitabnya “Al-I’tishom” I/64-65), bawah Imam Malik berkata :
“Barangsiapa melakukan bid’ah dalam Islam dan MENGANGGAPNYA BAIK (bid’ah
ahsanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad mengkhianati
risalah, karena Allah berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan
untukmu agamamu….”. Maka apa saja yang di hari itu (pada zaman Nabi)
bukan sebagai agama, maka pada hari ini juga tidak termasuk agama.” Imam
Al-Barbahari berkta dalam kitabnya “Syarhus Sunnah” hal. 68-69 bahwa :
“Waspadailah olehmu perkara baru (bid’ah). Karena bid’ah yang awalnya
kecil, lambat laun akan terbiasa dan menjadi besar. Demikian pula setiap
bid’ah pada ummat ini, AWALNYA HANYA KECIL MIRIP DENGAN KEBENARAN,
HINGGA PELAKUNYA TERTIPU DAN SUDAH TIDAK MAMPU LAGI KELUAR DARINYA….”
Demikianlah pembahasan ringkas tentang bid’ahnya maulid nabi. Semoga
Allah menunjuki kita semua. Amien. [Ditulis oleh Abu Ubaidah As-Sidawi
Al-Atsary dalam Bulletin Al-Furqan, Edisi 8 tahun I, dengan sedikit
penambahan dari editor]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PENYAKIT HATI [KAGUM DIRI, MERASA POL DEWE]
Kagum diri dapat diartikan suatu penyakit hati yang membuat seseorang merasa bahagia dengan pujian dari orang lain dan merasa diri...

-
cara membuat widget berita berjalan di bawah blog seperti di TV. Kalau seperti itu 'kan jadi seperti di Tv beneran kan sob~? Langsun...
-
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: من صُنِعَ إليه مَعْرُوفٌ فقال لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ الله خَيْرًا فَقَدْ أَب...
-
Untuk menentukan kualitas sebuah hadits diperlukan serangkaian penelitian, selain serentetan metodologi (kaidah)...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar